Catat! Sanksi 200% di Tax Amnesty Jilid II Tetap Berlaku, Tapi...

Tax Amnesty 2016. Sumber Foto: Detik.com

Nusaperdana.com, Jakarta - Program pengampunan pajak (tax amnesty) yang saat ini diberi nama pengungkapan sukarela wajib pajak akan diberlakukan 1 Januari 2022 sampai 30 Juni 2022. Hal ini tertuang dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (RUU HPP).

Jika menengok ke belakang saat tax amnesty pada 2016-2017, pemerintah saat itu membujuk wajib pajak untuk ikut tax amnesty. Jika ada perlakuan harta yang belum atau kurang diungkap mengenai harta wajib pajak dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan (PPh), maka wajib pajak dikenakan sanksi administrasi sebesar 200% dari pajak penghasilan yang tidak atau kurang bayar.

Bagaimana di tax amnesty jilid II? Staf Khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo mengatakan sanksi administrasi sebesar 200% yang diterapkan saat tax amnesty jilid I akan tetap berlaku di jilid II.

"Berlaku ketentuan normal yakni bayar PPh sesuai tarif Pasal 17 dan sanksi administratif yang berlaku. Untuk aset sebelum 2016 kembali berlaku 200%," kata Yustinus kepada detikcom, Jumat (8/10/2021).

Tetapi sanksi 200% hanya berlaku untuk wajib pajak orang pribadi dan badan peserta tax amnesty jilid I dengan basis aset yang belum diungkap pada saat mengikuti tax amnesty jilid I.

Seperti diketahui, tax amnesty jilid II ini menyasar dua kelompok wajib pajak. Pertama, peserta program tax amnesty jilid I periode 2016-2017. Kedua, wajib pajak orang pribadi yang memperoleh aset dan belum melaporkannya sejak 1 Januari 2016 hingga 31 Desember 2020.

"Mereka dikasih kesempatan ikut pengungkapan sukarela 1 Januari 2022 sampai 30 Juni 2022. Jika tidak dimanfaatkan, maka UU tax amnesty berlaku," tuturnya.

Dalam draf RUU HPP, Bab V pasal 11 menjelaskan bahwa nilai harta bersih yang belum atau kurang diungkapkan diperlakukan sebagai penghasilan yang bersifat final pada Tahun Pajak 2022. Terhadap penghasilan tersebut, dikenai PPh yang bersifat final dengan tarif 30% dan dikenai sanksi administrasi berupa bunga sesuai ketentuan Pasal 13 Ayat (2) UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dan perubahannya.

"Itu untuk orang pribadi yang memperoleh aset dan belum melaporkannya sejak 2016-2020," jelas Prastowo.

Berikut dua kebijakan dalam program tax amnesty jilid II:

Kebijakan I

Subjek pada kebijakan I yakni wajib pajak orang pribadi dan badan peserta tax amnesty. Dengan basis aset yaitu per 31 Desember 2015 yang belum diungkap pada saat mengikuti tax amnesty jilid I.

Peserta bisa mendapatkan tarif PPh final rendah apabila sebagian besar hartanya diinvestasikan dalam SBN/hilirisasi/renewable energi. Dengan rincian tarif PPh final yaitu:

a. 11% untuk harta di luar negeri yang tidak direpatriasi ke dalam negeri.
b. 8% untuk harta di luar negeri yang direpatriasi dan harta di dalam negeri.
c. 6% untuk harta di luar negeri yang direpatriasi dan harta di dalam negeri yang diinvestasikan dalam Surat Berharga Negara (SBN) dan hilirisasi Sumber Daya Alam (SDA) dan energi terbarukan.

Kebijakan II

Subjek pada kebijkan ini yaitu wajib pajak orang pribadi dengan basis aset perolehan 2016-2020 yang belum dilaporkan dalam SPT Tahunan 2020 dengan membayar PPh Final sebesar:

a. 18% untuk harta di luar negeri yang tidak direpatriasi ke dalam negeri.
b. 14% untuk harta di luar negeri yang direpatriasi dan harta di dalam negeri.
c. 12% untuk harta di luar negeri yang direpatriasi dan harta di dalam negeri,
yang diinvestasikan dalam SBN dan hilirisasi SDA dan energi terbarukan.



[Ikuti Nusaperdana.com Melalui Sosial Media]



Tulis Komentar